Perang Obor Warisan Budaya dari Jepara
Upacara tradisional “Obor-oboran” merupakan salah
satu upacara tradisional yang dimiliki oleh masyarakat Kabupaten Jepara,
khususnya desa tegalsambi kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara yang tiada
duanya di Jawa Tengah ini dan mungkin di seluruh Indonesia. Obor pada
upacara tradisional ini adalah gulungan atau bendelan 2 (dua) atau 3
(tiga) pelepah kelapa yang sudah kering dan bagian dalamnya diisi dengan
daun pisang kering (jawa : Klaras ).
Obor yang telah tersedia dinyalakan bersama untuk
dimainkan/digunakan sebagai alat untuk saling menyerang ehingga sering
terjadi benturan–benturan obor yang dapat mengakibatkan pijaran–pijaran
api yang besar, yang akhirnya masyarakat menyebutnya dengan istilah “
Perang Obor “. Perang Obor diadakan atas dasar kepercayaan masyarakat
desa tegalsambi terhadap peristiwa atau kejadian pada masa lampau yang
terjadi di desa tersebut.
Konon ceritanya pada abad XVI Masehi, di desa
tegalsambi ada seorang petani yang sangat kaya raya dengan sebutan “Mbah
Kyai Babadan” Beliau mempunyai banyak binatang piaraan terutama kerbau
dan sapi. Untuk mengembalakannya sendiri jelas tak mungkin, sehingga
beliau mencari dan mendapatkan pengembala dengan sebuatan KI GEMBLONG.
Ki Gomblong ini sangat tekun dalam memelihara binatang – binatang
tersebut, setiap pagi dan sore Ki Gemblong selalu memandikanya di
sungai, sehingga binatang peliharaannya tersebut tampak gemuk – gemuk
dan sehat. Tentu saja kyai babadan merasa senang dan memuji Ki Gemblong,
atas ketekunan dan kepatuhannya dalam memelihara binatang tersebut.
Konon suatu ketika, Ki Gemblong
menggembala di tepi sungai kembangan sambil asyik menyaksikan banyak
ikan dan udang yang ada di sungai tersebut, dan tanpa menyianyiakan
waktu ia langsung menangkap ikan dan udang tersebut yang hasil
tangkapannya lalu di baker dan dimakan dikandang.
Setelah kejadian ini hampir setiap hari
Ki Gemblong selalu menangkap ikan dan udang, sehingga ia lupa akan tugas
/ kewajibannya sebagai penggembala. Dan akhirnya kerbau dan sapinya
menjadi kurus-kurus dan akhirnya jatuh sakit bahkan mulai ada yang mati.
Keadaan ini menyebabkan Kyai Babadan menjadi bingung, tidak kurang
–kurangnya dicarikan jampi – jampi demi kesembuhan binatang –binatang
piaraannya tetap tidak sembuh juga.
Akhirnya Kyai Babadan mengetahui
penyebab binatang piaraannya menjadi kurus –kurus dan akhirnya jatuh
sakit, tidak lain dikarenakan Ki Gemblong tidak lagi mau mengurus
binatang – binatang tersebut namun lebih asyik menangkap ikan dan udang
untuk dibakar dan dimakannya.
Melihat hal semacam itu Kyai Banadan
marah besar, disaat ditemui Ki Gemblong sedang asyik membakar ikan hasil
tangkapannya. Kyai Babadan langsung menghajar Ki Gemblong dengan
menggunakan obor dari pelepah kelapa. Melihat gelagat yang tidak
menguntungkan Ki Gemblong tidak tinggal diam, dengan mengambil sebuah
obor yang sama untuk menghadapi Kyai Babadan sehingga terjadilah “
Perang Obor “ yang apinya berserakan kemana mana dan sempat membakar
tumpukan jerami yang terdapat disebelah kandang. Kobaran api tersebut
mengakibatkan sapi dan kerbau yang berada di kandang lari tunggang
langgang dan tanpa diduga binatang yang tadinya sakit akhirnya menjadi
sembuh bahkan binatang tersebut mampu berdiri dengan tegak sambil
memakan rumput di ladang.
Kejadian yang tidak diduga dan sangat
dramatis tersebut akhirnya diterima oleh masyarakat desa Tegalsambi
sebagai suatu hal yang penuh mukjizat, bahwa dengan adanya perang obor
segala jenis penyakit sembuh. Pada saat sekarang upacara tradisional
Perang Obor dipergunakan untuk sarana Sedekah Bumi sebagai ungkapan rasa
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan Rahmat, Hidayah serta
taufikNya kepada warga Desa Tegal Sambi, dan event ini diadakan setiap
tahun sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar